Jumat, 01 Mei 2009

Episode 1

The Unfinished Scenario

Part I

“The Stranger”



Minggu, 19.42pm

Bahamas Cafe


“Ca..” kata seorang cowok sambil mencolek tangan Caca.

“Ca? Kamu denger aku ngga sih?”

“Hah? Denger kok ta denger” kata Caca yang terlihat kebingungan.

Hari ini tanggal tiga bulan empat, tepat hari ini juga, Caca dan Brata pacarnya resmi tujuh bulanan. Seperti biasa mereka nggak pernah pusing-pusing cari tempat. Ini ketujuh kalinya mereka merayakan tanggal jadian mereka di Bahamas Café. Tempat yang mereka sering kunjungi. Hari ini, hari yang paling nyebelin menurut Caca, sebenernya dia nggak mau merayakan tujuh bulanan mereka ini di Bahamas Café lagi. Tapi dia nggak bisa complain lagi sama Brata, abis pacarnya yang super protective itu seneng banget ketika mereka berdua menunjuk Bafe (Bahamas Café) buat Candle Light Dinner mereka malam ini.

“Maaf ya Ca, kamu pasti bosen ya di Bafe?” tanya Brata pelan-pelan.

“He eh” Caca hanya mengganguk pelan sambil mengaduk-aduk Strawberry Float miliknya.

“Yaudah, aku usahain deh cari tempat yang cozy lagi selain Bafe buat kita. Kamu jangan cemberut terus dong” senyum Brata.

“Aku nggak cemberut. Aku kesel, marah, bete. Kamu selalu aja bilang mau usahain, tapi apa? Ujung-ujungnya kamu bakal bilang, kita makan di Bafe aja ya ca aku males ke tempat lain”

Suasana menjadi hening, Brata kehabisan kata untuk memblokir kata-kata Caca yang seratus persen benar. Sejujurnya Brata nggak gaul kayak mantan-mantan Caca yang lain, dia nggak tau lagi kemana seharusnya mereka pergi. Padahal itu sudah menjadi resiko Brata sebagai pacar Caca yang eksis banget di SMP Cakra Bintang, walaupun Brata nggak kalah eksisnya tapi dia lebih banyak diem daripada kaum adam lainnya di Cakra Bintang.

“Aku mau pulang. Kamu mau anter aku atau aku naik taxi?” tanya Caca dengan wajah kesal.

“Pulang? Kamu belum makan Ca”

“Biarin, yaudah berarti aku pulang naik taxi aja, aku bisa makan dirumah”

Caca meninggalakan Bafe dan Brata, yang terlihat menyesali perbuatannya. Dia bisa memastikan Caca benar-benar pulang kerumah tanpa mempedulikan dirinya. Sementara Caca yang sudah berada di dalam taxi, matanya mulai berair.

***

Senin, 06.02am

Koridor Smp Cakra Bintang


Caca terus berjalan seolah-olah nggak mendengar Brata yang daritadi berteriak memanggil namanya. Padahal itu butuh perjuangan banget. Apalagi banyak anak Cakra Bintang yang melihat tingkah laku Brata yang udah kayak orang gila. Sejak kejadian kemarin, Caca sama sekali nggak bales sms dan mengangkat telepon dari Brata. Mungkin masih marah.

“Ca, kasian tuh Brata. Teriakin lo terus. Masa lo nggak nyamperin sih? Biasanya kan…”

“Gue yang kasian fi” potong Caca mendadak.

“Lagi marahan ca?” tiba-tiba Bismo yang daritadi asik mendengarkan lagu band terbarunya ikut nyambung begitu saja.

“Iya mo, kesel gue. Lo tau kemarin gue tujuh bulanan kemana?”

“Bafe?” kata Bismo dan Safi bersamaan.

“Tuh kalian aja udah afal segitunya, berarti emang gue keseringan kesana kan? Bahkan dia nggak bawain apa-apa buat gue”

“Lah emang lo mau dibawain apa ca?” tanya Bismo.

“Paling nggak bunga kek” Caca melirik Bismo dan Safi bergantian sambil nyengir sesaat.


Caca emang nggak pernah nyangka, selama dia jadian, Brata nggak pernah bawain apa-apa buat dia. Bahkan selama jadian bisa dibilang nggak ada yang spesial. Paling enggak sesuatu yang bisa buat kenang-kenangan kalau mereka udah putus. Kayak mantan-mantannya yang sebelumnya. Misalnya Jingga, kapten basket SMP Mata Nasional yang bela-belain beli Macbook Air buat Caca yang akhirnya mereka putus karena Jingga harus ikut ayahnya ke luar negeri. Atau Bayu anak paling ganteng di Cakra Bintang yang nge-bookingin monas pas ulang tahun Caca supaya mereka bisa liat kembang api bareng, ada keluarga Bayu sama Caca juga. Tapi sekarang Bayu sibuk karena dia bergabung dengan klub bola Ajax Junior dan dia menyerahkan Caca ke Brata, sahabat terbaiknya. Yang bukannya ngebuat Caca seneng, malah ngebetein Caca selama ini. Kapan sih Bayu balik?


Hari ini nggak seru banget sih. Kata-kata itu terus terlintas di hati Caca dari jam pelajaran pertama sampai terakhir. Apalagi Brata yang balik ngediemin dia dari jam istirahat pertama. Untung sekarang pelajaran kosong karena Pak Bambang nggak masuk hari ini, katanya sih istrinya melahirkan gitu deh. Kelas Caca 8B rame banget, ada Ben yang sibuk perang permen karet sama Anto si cupu berkacamata tebal yang cuma bisa melindungi diri dengan kamu besar bahasa Indonesia miliknya. Jina yang dari tadi nge-gossipin semua-semua yang hina di Cakra Bintang. Bismo dan Safi asik ngobrol tentang gebetannya Safi. Yah seperti biasanya, Bismo pasti jelek-jelekin Ruby di depan Safi, jelaslah marah kan gebetannya.


“Tau nggak fi, Ruby ya kalo lagi marah ih idungnya itu bisa megar-megar. Pengen gue colok tau ga!”

Caca tertawa terbahak-bahak ketika melihat Bismo mengekpresikan wajah kesal Ruby kalau lagi marah.

“Apa sih lo mo, lo pikir tempat colokan charger laptop bokep lo itu?”

“Udah ah haha, ngakak gue mo” Caca menarik nafas dalam-dalam dan berusaha menahan tawanya.

Tiba-tiba handphone Caca bergetar. Ada sms masuk dari ayahnya. Diapun membacanya dalam hati. “Ca, nanti ayah jemput ya. We should have some lunch”. Wajah Caca tersenyum, sudah lama dia nggak makan siang bareng ayahnya. Bismo dan Safi hanya saling bertatap mata melihat sahabat mereka yang senyum-senyum sendiri. Padahal nggak mungkin banget kan Caca suka sama om-om? Apalagi ayahnya sendiri.

***


Senin, 14.15pm

Sunday's Latte


“Tumben yah, kenapa ngajak aku kesini?”

“Kita kan udah jarang lunch bareng ca. ada yang mau ayah bicarakan”

“Apa yah?” tanya Caca sambil melirik ayahnya yang dari tadi mengutak-atik handphonenya, dia memastikan si ayah nggak selingkuh sama cewek lain. Maksudnya nyuekin Caca karena nge-gaul sama mamanya Caca yang dari kemarin sibuk sama liburannya di Los Angeles. Matre.

“Tadi sahabat ayah waktu kuliah telepon ayah. Dia mau nitipin anaknya di rumah kita selama tiga bulan. Soalnya temen ayah ini mau pergi keluar negeri, katanya ada kerjaan. Kamu ada masalah ca?” kata Ayah sambil meniup-niup kopi tubruk yang masih panas miliknya.

“Umur berapa yah? Kok masih dititipin segala kayak bayi aja” curiga Caca.

“Seumur kamu, tapi dia kelas sembilan. Cowok ca” Ayah Caca tersenyum.

“Cowok yah? Anak mana? Emangnya dia nggak sekolah?”

“…..Nah itu dia ca. Dia nggak sekolah tapi dia ada kelainan ca. Ayah nggak tau kelainan apa Besok teman ayah itu bakal dateng kerumah sama anaknya itu buat dikenalin ke ayah. Tapi kamu besok ada latihan cheers sampe malem kan ca?”

“Iya yah. Aku makan duluan ya yah” jawabnya pelan.


Caca agak kaget begitu tau anak teman ayahnya kelainan. Dia nggak bisa ngebayangin tiga bulan bersama anak kelainan. tapi kelainan apa dulu nih? kalau kelainan karena ganteng banget sih, Caca mau deh ngejagain tiap hari.

***

Selasa, 13.49pm

Ruang Tunggu


Dari tadi pagi, Caca sibuk nyeritain Bismo dan Safi tentang anak yang bakal dititipin di rumahnya itu. Nggak tau kenapa Caca heboh banget. Yah daripada disangka sahabatnya ini kelainan juga, Bismo dan Safi bela-belain ikutan gila, teriak histeris, bahkan Bismo sampe joget-joget gajelas. Akhirnya pas pulang sekolah, mereka duduk-duduk di ruang tunggu, sebenernya Caca nungguin Brata lewat, terus nyapa dia dan yes mereka baikan. Tapi kemana Brata? Dari kemarin nggak sms, telfon, minta maaf aja nggak. Yaudah deh Caca malah keasikan sendiri cerita tentang cowok yang kata ayahnya bakal sampe dirumah jam lima sore nanti.


“Kata bokap gue nanti tuh anak bakal dianter ke rumah gue sama supirnya. Gila gue takut banget kelainan kayak apa ya? Bokap gue nggak cerita hii” jelas Caca.

“Haha selamat deh. Eh iya namanya siapa ca?” ini adalah pertanyaan keempat Bismo hari ini.

“Nanya terus lo mo. Ah iya! Namanya, gue juga ga dikasih tau lagi. Gimana sih bokap gue” protes Caca telat.

“Tukul, Anto, Wati kali. Eh udah empat hari lo nggak ketemu Brata. Besok kan sabtu, libur. Nggak mau baikan juga?”

"Nggak banget deh mo. Iyaaaa Brata kemana nggak lewat-lewat" kata Caca sok imut.

"Katanya ngga kangen gimana sih ca" Safi yang daritadi ngaca akhirnya nyambung juga.

“Iya sih fi. Kangen juga. Tapi gue disuruh nemenin si anak-no-name ini. Gue aja udah disuruh pulang”

“Jadi masih sayang nih sama Brata?” sindir Safi.

“Iya dong” kata Caca sambil tersenyum.

“Ca, mobil lo tuh” kata Bismo sambil cengar-cengir.

“Eh iya, eh apaan sih itu bajaj bukan mobil gue. Ah kan lo sih mo abangnya jadi kedip-kedip gitu. Fi temen gue yuk ke depan beli minum, males sama Bismo”

Safi mengganguk setuju, meledek Bismo yang sepertinya nggak mau ditinggalkan. Baru saja berjalan beberapa langkah, Pak Rohman supir kesayangan Caca mengeluarkan kepalanya dari jendela kaca mobil.


"Dek, ayuk pulang sekarang" teriaknya.

"Lah? Kok tiba-tiba ada supir gue sih? Tega banget baru juga mau beli seteguk air"

"Nasib lo Ca" ledek Safi.

"Kenapa sih, temenin gue ambil tas SEKARANG!"


Caca segera menggambil tas ransel merahnya. Dan bagusnya Brata baru saja akan lewat di depan ruang tunggu. Oke, sialnya mobil sedanya di depan gerbang sekolah, udah banyak di klaksonin orang. Caca nggak bisa nungguin Brata lewat dulu, dan akhirnya buru-buru lari ke mobil sedannya. Begonya dia lupa pamit sama Safi dan Bismo yang cengo liat tingkahnya Caca.


"Pak tega banget sih, lagi mau beli minum tau" kata Caca yang baru aja masuk ke dalam mobil.

"Nih minum" kata suara yang nggak dikenal Caca.

"HAH SIAPA LO? KELUAR LO SEKARANG!" teriak Caca histeris.


Bersambung....

 
Blogger design by suckmylolly.com